GWRF2019 Day 1 : Sapiens, dan Sastra Indonesia di Dunia



Hai folks! Sudah ikut GWRF 2019 di Perpusnas kemarin? Jangan-jangan belum nih? Ih jangan lewatkan tahun depannya lagi yah! Sambil nunggu tahun berikutnya, gimana kalo saya kasih tahu keseruan apa saja yang sudah saya ikuti di GWRF 2019 ini. Nyesel loh kalau gak nyimak, soalnya banyak sekali ilmu dan pesan-pesan berharga yang bisa mengilhami kamu, dan menyulut semangat rasa ingin tahu. Ah masa...




How we start it.

Jadi GWRF itu adalah singkatan dari Gramedia Writers & Readers Forum, dimana dalam acara ini baik pembaca maupun penulis, berkumpul dalam suatu forum diskusi dengan tema yang telah disediakan. Acara yang diselenggarakan oleh Gramedia ini sendiri, merupakan serangkaian acara yang tahun ini, diadakan mulai tanggal 2 Agustus hingga 4 Agustus bertempat di Perpustakan Nasional RI (ituloh yang depannya Monas). Penulis yang diundang juga amat sangat banyak! Dari yang paling senior seperti Pak Sapardi Djoko Damono hingga penulis-penulis populer seperti A Fuad yang menulis Negeri 5 Menara. Lezat banget pokoknya, nyesel deh kalau melewatkan GWRF ini.

 So, di hari pertama itu saya mengikuti 2 forum; Kajian Sains Populer: Sapiens dan Industri 4.0, dan Sastra Indonesia di Dunia.




Kajian Sains Populer: Sapiens dan Industri 4.0

Kalian ngeh gak sih kalau homo sapiens (manusia) yaitu kita, amat sangat berbeda dan lebih istimewa dari mahkluk Tuhan lainnya? ngeh dong yah? ngeh pasti. Cuma apa saja hal istimewa itu pasti kalian belum memahami lebih dalam lagi. Jadi, dalam forum dengan pembicara Budiman Sudjatmiko ini kita membahas lebih jauh mengenai Sapiens dan bagaimana Ia dengan teknologi dimasa depan.

Budiman Sudjatmiko pula memiliki suatu harapan atau keinginan yang lebih besar akan Kemajuan Manusia, yang menurutnya kemampuan melebihi batasan-batasan biologi maupun fisik manusia itu sendiri dengan menyatunya mereka dengan alat-alatnya. Jadi mungkin di Industri 4.0 kita mengenal  AI, robot cerdas atau semacamnya, namun ada harapan hal ini lebih berkembang dimana manusia dapat mengendalikan semuanya. Seperti alat yang bekerja langsung ketika kita sedang memikirkan sesuatu. Jadi bukan sekedar perintah suara, tapi langsung dari pikiran kita.

Dan disitu pula mengapa kita, manusia, dapat bertahan hidup dan menguasai bumi ini. karena dibanding dengan mahkluk lain, sapiens memiliki kemampuan lebih dalam mengolah informasi. Kita membuat narasi, cerita, melakukan proses imajinasi, proses mental, hingga melampui apa yang sesaat, memproyeksikannya melampaui tempat dan waktu. Hingga akhirnya kita, sapiens membuat suatu kemajuan dalam peradaban tidak hanya hari ini tetapi juga sudah membayangkan masa depan.



Sastra Indonesia di Dunia

Bersama Ayu Utami dan Anya Rompas, kita membahas mengenai bagaimana karir sastra Indonesia di dunia luar atau jelasnya negara-negara lain. Jadi, ternyata sastra Indonesia itu belumlah begitu sukses di dunia, mungkin ada beberapa penulis terutama Pramoedya Ananta Toer yang karyanya sudah paling mewakili Indonesia. Namun, masih banyak penulis-penulis lainnya belum seberuntung dia.

Beberapa dikatakan bahwa mengapa sastra Indonesia tidak meningkat karirnya di dunia, sebab pasar dunia memiliki seleranya sendiri. Kita masih belum begitu memahami bagaimana pola pikir dan pemahaman dunia luar sehingga kita tidak mampu mensejajarkan diri dan betukar pikiran dan menjual karya-karya kita. Juga, masih banyak penulis yang belum berani dalam menerjemahkan sendiri karya mereka agar bisa di baca di dunia luar, serta memahami cara berkomunikasi sesuai market dunia.



Namun memahami pola pikir dan selera dunia, bukan berarti membuat kita terpaku dengan apa yang menjadi tema-tema standar dunia. Menurut Ayu Utami, kita harus banyak menggali kekayaan Indonesia, dan tidak stuck pada batasan-batasan tertentu atau kubu-kubu tertentu. Menurutnya kita harus siap berhadapan dengan dunia luar secara sejajar, kita juga baca karya mereka dan menguasai perkembangan pemikiran mereka, membuat dialog-dialog dengan orang luar sehingga mereka dapat melihat kalau kita memiliki isi, sekaligus menggali pemahaman kita mengenai diri sendiri sehingga kita tahu apa yang ingin kita tawarkan pada dunia.

Dan menurut Anya kita masih harus membenahi hal-hal di Indonesia bahkan di diri penulisnya sebelum membawanya keluar karena apa yang kita tulis menjadi indentitas bahwa ini loh yang dipikirkan Indonesia. Jadi penulis harus mempertanyakan perlukah sastra Indonesia di bawa keluar dan mengapa kita menulis itu?




Komentar

Postingan Populer